![]() |
Ilustrasi |
Permen yang dirilis pada 18 Juli 2019 itu mencabut dua peraturan sebelumnya yakni Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun serta Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
Dalam permen perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) terbaru tersebut juga mengatur dan menguraikan dua bagian utama, yakni pemasaran dan PPJB.
Dikutip dari Bisnis.com, Pakar hukum pertanahan dan properti Indonesia Eddy Leks mengatakan bahwa ketentuan tentang pemasaran tiba tiba muncul dalam permen PPJB terbaru, padahal awalnya peraturan pemasaran tidak diatur dalam UU Perumahan 2011 dan PP Perumahan 2011.
Menurutnya, hal ini tidak sejalan dengan amanat UU yang hanya mengamanatkan pengaturan peraturan menteri mengenai syarat kepastian untuk PPJB, bukan pemasaran.
Dalam permen tersebut, terdapat pengaturan mengenai keterlambatan pengembalian pembayaran oleh pengembang kepada pembeli, tetapi tidak ada ketentuan denda apabila pembeli terlambat membayar. "Hal ini terlihat tidak adil untuk para pengembang," ujarnya.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Disisi lain Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN merespon baik terbitnya Permen PUPR Nomor 11/PRT/M/2019 yang mengatur tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB), hal itu dapat mengurangi keluhan konsumen sektor perumahan.
Menurut Nurul Yakin Setyabudi, Koordinator Komisi Kerjasama dan Kelembagaan BPKN RI, pada linkbisnis.co.id, Senin (11/8/19)
Bahwa BPKN paling banyak menerima pengaduan konsumen sektor perumahan.
Dari tahun 2018 sampai dengan Agustus 2019 pengaduan konsumen yang masuk ke BPKN 80 persen adalah konsumen sektor perumahan, harapan kami dengan terbitnya Permen PUPR ini menjadi salah satu solusi mengurangi kerugian konsumen, ungkapnya.
By : Eddy